1. Perkembangan Kehidupan Masyarakat Berburu hingga Munculnya Masyarakat Pertanian di Indonesia
Kehidupan masyarakat pada masa berburu dan mengumpulkan makanan masih sangat sederhana. Masa ini desebut sebagai masa food gathering (mencari dan mengumpulkan makanan) dengan sistem hidup berpindah-pindah (nomaden).
Manusia
purba telah menghasilkan kebudayaan secara sederhana dengan menciptakan
alat-alat untuk menangkap binatang buruan, menguliti binatang buruan,
mengorek ubi-ubian, mengail ikan dari bahan-bahan seperti batu, kayu,
tulang, tanduk binatang, dan sebagainya.
Kemudian manusia prasejarah berkembang dengan mulai mengenal tempat tinggal sementara (semi sedenter), misalnya di tepi pantai atau di gua-gua.
Sisa-sisa peninggalan hidup tempat tinggal sementara dari zaman Mesolitikum ini antara lain kyokkemoddinger (sampah dapur) dan abris sous roche (gua sebagai tempat tinggal).
Alat-alat kehidupan merekapun makin berkembang, seperti chopper (kapak perimbas/pebble/kapak Sumatra), chopping tool (kapak penetak), anak panah, flake, alat-alat dari tulang dan tanduk rusa dan sebagainya.
Kehidupan manusia purba pada masa menetap dan bercocok tanam berlangsung pada zaman Neolitikum.
Hasil
budaya masa menetap dan bercocok tanam berupa alat-alat kehidupan
sehari-hari yang telah dibuat dan diasah dengan halus, seperti:
- Kapak persegi untuk memotong daging binatang hasil buruannya, menebang pohon, dan membuat perahu.
- Beliung persegi atau cangkul berfungsi untuk mengerjakan ladang atau sawah.
- Tarah atau pahat untuk mengukir/memahat kayu.
- Anak panah untuk memanah binatang buruan.
- Perhiasan terbuat dari batu, tembikar, dan kulit kerang.
- Pakaian yang terbuat dari kulit kayu atau kerang.
Karakteristik kehidupan pada masa bercocok tanam:
- Mereka sudah hidup menetap.
- Mereka sudah dapat menyimpan hasil panennya untuk waktu yang cukup lama.
- Telah memproduksi ternak.
Pada
masa ini telah terjadi revolusi kehidupan manusia, yakni perubahan dari
pola hidup berpindah-pindah dan tergantung pada penyediaan alam (food gathering) ke kehidupan menetap, bertani, beternak, dan berproduksi (food producing).
Dr.
Brandes mengemukakan bahwa sebelum kedatangan pengaruh Hindu – Buddha,
telah terdapat sepuluh unsur pokok dalam kehidupan asli masyarakat
Indonesia, antara lain:
- Kemampuan berlayar
- Mengenal astronomi
- Kepandaian bersawah
- Mengatur masyarakat
- Kesenian wayang
- Seni gamelan
- Seni batik
- Aktivitas perdagangan
- Sistem macapat
- Membuat kerajinan
Ciri-ciri dan perkembangan kehidupan masyarakat pada masa berburu dan masa bercocok tanam adalah:
a. Masa berburu dan berpindah-pindah
- Hidup berpindah-pindah dari tempat yang satu ke tempat yang lain (nomaden) dan bertempat tinggal di tepi sungai, danau, pantai, di dalam goa-goa atau ceruk-ceruk batu, di tempat yang dekat dengan sumber makanan agar dapat bertahan hidup.
- Hidup dalam kelompok-kelompok kecil (bergerombol) agar mampu menghadapi segala macam tantangan atau ancaman.
- Belum mengenal bercocok tanam.
- Tergantung pada alam sehingga mereka mencari makan dengan cara food gathering (mengumpulkan makanan) seperti buah-buahan, umbi-umbian, dan berburu.
- Alat-alat kebutuhan mereka dibuat dari batu yang belum dihaluskan (masih sangat kasar).
b. Masa bercocok tanam dan menetap
- Sudah mulai tinggal secara menetap.
- Sudah mengenal bercocok tanam secara baik.
- Sudah mampu mengolah bahan makanan sendiri sesuai dengan kebutuhan mereka (food producing/menghasilkan makanan).
- Di samping berburu dan menangkap ikan juga telah memelihara binatang-binatang jinak seperti anjing, babi, dan kerbau untuk keperluan konsumsi dan sebagai korban.
- Alat-alat yang dibuat dari batu lebih halus dan macamnya lebih banyak, seperti kapak, tombak, panah, perhiasan dari gelang-gelang, dan biji-biji kalung dari batu.
- Peradaban mereka sudah lebih maju dan membuat alat-alat rumah tangga yang lebih baik serta telah mengenal seni.
2. Perkembangan Teknologi dan Sistem Kepercayaan Awal Masyarakat di Indonesia
Perkembangan teknologi di Indonesia dimulai pada masa perundagian, diawali dengan kepandaian menuang logam.
Untuk
melebur logam dan menjadikan suatu alat diperlukan cara-cara khusus
yang belum dikenal sebelumnya. Logam harus dipanaskan hingga mencapai
titik leburnya, kemudian dicetak menjadi perkakas yang diperlukan.
Sementara zaman logam berkembang di Indonesia, kebudayaan batu tidaklah punah bahkan keduanya berkembang dan tetap dipergunakan.
Dalam perkembangannya kehidupan masyarakat sudah teratur dan telah mengenal bentuk-bentuk pertama sistem pemerintahan kerajaan.
Manusia
purba telah mampu menghasilkan bangunan-bangunan yang dibuat dari
batu-batu besar dan digunakan dalam hubungannya dengan kepercayaan zaman
prasejarah atau dinamakan kebudayaan megalitikum, antara lain:
- Menhir. Adalah tugu dari batu tunggal. Berfungsi sebagai tanda perigatan suatu peristiwa atau sebagai tempat pemujaan roh nenek moyang. Ditemukan di Sumatera Selatan, Sulawesi Tengah, dan Kalimantan.
- Dolmen. Adalah sebuah meja batu. Berfungsi sebagai tempat meletakkan sesaji peti mayat. Ditemukan di Jawa Timur terutama di daerah Bondowoso.
- Sarkofagus atau keranda. Adalah sebuah peti batu besar yang berbentuk seperti palung/lesung dan diberi tutup. Berfungsi sebagai kuburan atau peti mayat. Ditemukan di Bali.
- Kubur batu. Adalah kuburan dalam tanah sisi samping, alas, dan tutupnya diberi semacam papan-papan dari batu. Berfungsi untuk mengubur mayat. Ditemukan di daerah Kuningan, Jawa Barat.
- Punden Berundak. Adalah bangunan yang terbuat dari batu yang disusun bertingkat. Merupakan cikal bakal candi. Berfungsi sebagai tempat pemujaan roh nenek moyang. Ditemukan di Lebak Sibedug daerah Banten Selatan.
- Arca. Adalah bangunan dari batu yang berbentuk manusia dan ada yang berbentuk binatang. Berfungsi sebagai perwujudan dari roh nenek moyang. Ditemukan di Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Masyarakat telah mengenal teknik-teknik pengolahan logam (perunggu dan besi), yaitu:
- Teknik bivalve, yaitu cetakan yang terdiri dari dua bagian, kemudian diikat dan ke dalam rongga dalam cetakan itu dituangkan perunggu cair. Cetakan tersebut kemudian dilepas dan jadilah barang yang dicetak.
- Teknik a cire perdue (membuat model benda dari lilin). Benda yang akan dicetak dibuat dari lilin atau sejenisnya, kemudian dibungkus dengan tanah liat yang diberi lubang. Setelah itu dibakar maka lilin akan meleleh. Rongga bekas lilin tersebut diisi dengan cairan perunggu. Sesudah dingin perunggu membeku dan tanah liat dibuang maka jadilah barang yang dicetak.
Zaman logam dibagi menjadi tiga zaman, yaitu:
- Zaman tembaga
- Zaman perunggu
- Zaman besi
Kepercayaan
masyarakat Indonesia awal antara lain Animisme (memuja arwah nenek
moyang), Dinamisme (memuja benda-benda yang dianggap memiliki kekuatan
gaib), dan Totenisme (memuja binatang tertentu dan dianggapnya
seketurunan).
0 comments:
Post a Comment